Baik relay kontaktor biasa maupun solid state relay (SSR) mempunyai
keuntungan dan kerugian. Baik keuntungan maupun kerugian tersebut
merupakan ‘trade-off’ yang harus dipilih bagi disainer sistem kontrol.
Pada
dasarnya Solid state relay (SSR) merupakan relay yang dapat didiskripsikan
sebagai berikut :
©
Mempunyai empat buah terminal,
2 input terminal dan 2 buah output terminal.
©
Tegangan input dapat berupa
tegangan AC atau DC.
©
Antara output dan input
diisolasi dengan sistem optikal.
©
Output menggunakan keluarga
thyristor, SCR untuk beban DC dan TRIAC untuk beban AC.
©
Switching ON, yang sering
disebut ‘firing’, solid state relay hanya bisa terjadi pada saat
tegangan yang masuk ke output pada level yang sangat rendah mendekati nol volt.
©
Output berupa tegangan AC (50
Hz atau 60 Hz).
Sebuah
solid state kontaktor adalah tugas yang sangat berat solid state relay,
termasuk yang diperlukan heat sink, digunakan untuk beralih pemanas listrik,
motor listrik kecil dan pencahayaan load; di mana sering on / off siklus
diperlukan. Tidak ada bagian yang bergerak untuk memakai dan tidak ada kontak
bouncing karena getaran. Mereka diaktifkan oleh sinyal kontrol AC atau DC
sinyal kontrol dari Programmable logic controller (PLC), PC,
transistor-transistor logic (TTL) sumber, atau lainnya kontrol mikroprosesor
dan mikrokontroler.
Keuntungan dan
Kerugian Penggunaan Solid-State Relay
Penggunaan solid state relay mempunyai beberapa keuntungan
yang menyebabkan solid-state relay saat ini menarik untuk digunakan pada
aplikasi-aplikasi kontrol untuk beban AC daripada digunakannya relay mekanik
(Electromechanical Relay, EMR), walaupun biaya sebuah solid-state relay lebih
mahal daripada biaya sebuah relay mekanik biasa.
Keuntungan
solid-state relay :
1. Pada solid-state relay tidak teedapat bagian
yang bergerak seperti halnya pada relay. Relay mempunyai sebuah bagian
yang bergerak yang disebut kontaktor dan bagian ini tidak ada pada solid-state
relay. Sehingga tidak
mungkin terjadi ‘no contact’ karena kontaktor tertutup debu bahkan karat.
2. Tidak terdapat ‘bounce’, karena tidak
terdapat kontaktor yang bergerak paka pada solid-state relay tidak terjadi
peristiwa ‘bounce’ yaitu peristiwa terjadinya pantulan kontaktor pada
saat terjadi perpindahan keadaan. Dengan kata lain dengan tidak adanya
bounce maka tidak terjadi percikan bunga api pada saat kontaktor berubah
keadaan.
3. Proses perpindahan dari kondisi ‘off’ ke
kondisi ‘on’ atau sebaliknya sangat cepat hanya membutuhkan waktu sekitar 10us
sehingga solid-state relay dapat dengan mudah dioperasikan bersama-sama dengan zero-crossing
detektor. Dengan kata lain opersai kerja
solid-state relay dapat disinkronkan dengan kondisi zero crossing
detektor.
4. Solid-State
relay kebal terhadap getaran dan goncangan. Tidak seperti relay mekanik
biasa yang kontaktornya dapat dengan mudah berubah bila terkena
goncangan/getaran yang cukup kuat pada body relay tersebut.
5. Tidak
menghasilkan suara ‘klik’, seperti relay pada saat kontaktor berubah keadaan.
6. Kontaktor
output pada solid-state relay secara otomatis ‘latch’ sehingga energi
yang digunakan untuk aktivasi solid-state relay lebih sedikit jika dibandingkan
dengan energi yang digunakan untuk aktivasi sebuah relay. Kondisi ON sebuah solid-state relay akan di-latc sampai solid-state
relay mendapatkan tegangan sangat rendah, yaitu mendekati nol volt.
7. Solid-State
relay sangat sensitif sehingga dapat dioperasikan langsung dengan menggunakan
level tegangan CMOS bahkan level tegangan TTL. Rangakain kontrolnya menjadi sangat
sederhana karena tidak memerlukan level konverter.
8. Masih
terdapat couple kapasitansi antara input dan output tetapi sangat kecil
sehingga arus bocor antara input output sangat kecil. Kondisi diperlukan
pada peralatan medical yang memerlukan isolasi yang sangat baik.
Keuntungan solid-state relay begitu baik
sekali tetapi dibalik keuntungan tersebut terdapat kerugian penggunaan
solid-state relay yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaannya.
Kerugian
solid-state relay adalah sebagai berikut :
1. Resistansi
Tegangan transien. Tegangan yang diatur/dikontrol oleh solid-state relay
benar-benar tidak bersih. Dengan kata lain tidak murni tegangannya berupa
sinyal sinus dengan tegangan peak to peak 380 vpp tetapi terdapat spike-spike
yang dihasilkan oleh induksi motor atau peralatan listrik lainnya. Spike
ini level tegangannya bervariasi jika terlalu besar maka dapat merusakkan
solid-state relay tersebut. Selain itu sumber-sumber spike yang lain
adalah sambaran petir, imbas dari selenoid valve dan lain sebagainya.
2. Tegangan
drop. Karena solid-state relay dibangun dari bahan silikon maka terdapat
tegangan jatuh antara tegangan input dan tegangan output. Tegangan jatuh
tersebut kira-kira sebesar 1 volt. Tegangan jatuh ini menyebabkan adanya
dissipasi daya yang besarnya tergantung dari besarnya arus yang lewat pada
solid-state relay ini.
3. Arus
bocor-‘Leakage current’. Pada saat solid-state relay ini dalam keadaan
off atau keadaan open maka dalam kondisi yang idel seharusnya tidak ada arus
yang mengalir melewati solid-state relay tetapi tidak demikian pada
komponen yang sebenarnya. Besarnya arus bocor cukup besar untuk jika
dibandingkan arus pada level TTL yaitu sekitar 10mA rms.
4. Sukar
dimplementasikan pada aplikasi multi fasa.
5. Lebih mudah rusak
jika terkena radiasi nuklir.
Pada solid-state ralay, switching unit-nya biasanya menggunakan
TRIAC sehingga solid-state relay ini dapat mengalirkan arus baik arus positif
maupun arus negatif. Walaupun demikian untuk mengontrol TRIAC ini
digunakan SCR yang mempunyai karakteristik gate yang sangat sensitif.
Kemudian untuk mengatur trigger pada SCR sendiri diatur dengan menggunakan
rangkaian transistor. Rangkaian transistor ini menjadi penguat level
tegangan yang didapat dari optocoupler. Penggunaan SCR untuk mengatur
gate TRIAC karena gate SCR mempunyai karakteristik yang lebih sensitif daripada
gate TRIAC.
Antara
bagian input dan output dipisahkan dengan menggunakan optocoupler dan dengan
sinyal yang kecil, cukup untu menyalakan diode saja, maka cukup untuk
menggerakkan sebuah bebab AC yang besar melalui solid-state relay.
Rangkaian kontrol merupakan rangkaian
kontrol biasa, seperti pada umumnya. Fungsi logika AND, pada blok diagram
rangkaian internal SSR, dibangun dari dua buah transistor Q1 dan Q2 yang
bekerja untuk menghasilkan logika inverted NOR. Q1 akan melakukan ‘clamps’
jika optocoupler OC1 dalam keadaan off. Q2 akan melakukan ‘clamps’
jika tegangan bagi antara R4 dan R5 cukup untuk mengaktifkan transistor
Q2. Sehingga Q2 akan melakukan clamp pada SCR jika tegangan anode SCR
lebih dari 5 volt.
Jika OC1 ‘ON’ maka Q1 akan OFF sehingga Q1
tidak melakukan clamp pada SCR. SCR akan aktif jika Q2 juga dalam kondisi
OFF. Kondisi ini terjadi pada saat terjadinya zero crossing.
Penambahan kapasitor C2 bertujuan untuk menghindari kemungkinan SCR di trigger
berulang-ulang. C1 berguna untuk menyediakan arus yang cukup untuk sumber
tegangan sementara pada saat terjadinya ‘firing’ pada gate SCR, selain
itu C1 juga berfungsi untuk menghindari kondisi ditriggernya gate SCR
berulang-ulang.
Penambahan C1 dan C2 akan menghindari trigger SCR pada saat tegangan
anode SCR turun (down slope), kondisi ini memang tidak
diharapkan. Komponen D2 akan memperbolehkan gate SCR di-reverse
bias untuk menghasilkan kekebalan terhadap noise. D1 berfungsi
untuk melindungi tegangan input yang berlebihan di atas rating tegangan
optocoupler OC1. Komponen SCR yang digunakan, jika ingin membangun sebuah
SSR sendiri, adalah SCR dengan tipe 2N5064, 2N6240.
TRIAC yang digunakan adalah 2N6343 dengan C11 sebesar 47nF dengan
tegangan disesuaikan dengan rating tegangan aplikasi TRIAC dan diode yang
mentrigger gate TRIAC ini harus 1N4004.
TRIAC merupakan komponen yang terdiri dari 2 buah SCR yang terpasang
paralel tetapi terbalik. Kondisi ini menyebabkan timbulnya masalah pada
beban induktif yaitu pada saat kondisi turn-off TRIAC. TRIAC harus mati pada saat setiap ½ cycle
yaitu pada saat tegangan jala-jala PLN mendekati nol volt. TRIAC harus
melakukan bloking tegangan pada saat tegangan mulai mencapai 1-2 volt dalam
keadaan tegangan inverse. Kejadian ini terjadi sekitar 30us pada rate
frekuensi jala-jala 60Hz. Pada beban induktif
TRIAC tidak sempat dalam kondisi benar-benar OFF untuk dapat ditrigger
kembali. Kejadian ini akan menyebabkan TRIAC pada beban induktif tertentu
akan menyebabkan TRAIC tidak dapat OFF dan kontrol tidak akan berfungsi untuk
mengontrol TRIAC ini kecuali dengan jalan memutuskan aliran arus yang menuju
terminal TRAIC ini secara manual.
Untuk menghindari kejadian seperti ini maka output sebuah
solid-state relay harus ditambahkan sebuah rangkaian snubber jika solid-state
relay ini digunakan untuk beban yang bersifat induktif.
Walaupun demikian dapat digunakan solid-state relay yang komponen
output unitnya berupa SCR. SCR lebih mudah digunakan dalam mengontrol
beban induktif, walaupun demikian untuk amannya sebuah sistem kontrol maka
perlulah dipertimbangkan untuk diberikannya sebuah rangkaian snubber pula untuk
beban induktif.
Walaupun solid-state relay dengan SCR maupun TRAIC- nya yang membuat
perlunya sedikit pertimbangan dalam pemberian rangkaian snubber pada
beban induktif, solid-state relay secara umum lebih baik pada penggunaanya
terutama untuk aplikasi yang membutuhkan isolasi antara input dan output yang
baik. Memang harga bolehlah mahal tetapi untuk kualitas yang baik maka
komponen ini bisa menjadi sebuah alternatif untuk menggantikan sebuah relay
mekanik pada aplikasi-aplikasi tertentu.
FINISH..............
FINISH..............